BAB III
KURIKULUM PENDIDIKAN
عَنْ عَلِيٍّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : اَدِّبُوْا اَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : حُبِّ
نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ قِرَأَةُ الْقُرْأَنِ فَإِنَّ حَمْلَةَ
الْقُرْأَنُ فِيْ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لَا ظِلٌّ ظِلَّهُ مَعَ اَنْبِيَائِهِ
وَاَصْفِيَائِهِ (رَوَاهُ الدَّيْلَمِ )
Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi
kalian dan keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang
menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak
ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya” (H.R
Ad-Dailami)
عَنْ
عُمَرُوبْنُ شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُم
اَبْنَاءُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ
الْمَضَاجِعِ ( رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ )
Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya
berkata : Raulullah SAW bersabda : “perintahkanlah anakmu untuk melakukan
shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat
mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah
mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا اِنْ تَمْسَكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا
كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رَوَاهُ حَاكِمْ)
“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara
yang jika kalian berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat
selama-lamanya yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim)
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Pendidikan Islam
Kurikulum secara
etimologis adalah tempat berlari dengan kata yang berasal dari bahasa latin curir
yaitu pelari dan curere yang artinya tempat berlari. Selain itu, juga berasal dari kata curriculae
artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Maka, pada waktu itu
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh
siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.
Dalam pandangan
tradisional disebutkan bahwa kurikulum memang hanya rencana pelajaran.
Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran
atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara
nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam kalimat lain disebut
sebagai semua pengalaman belajar.
Adanya pandangan bahwa
kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah disebabkan adanya pandangan
tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum memang hanya rencana pelajaran.
Pandangan tradisional ini sebenarnya tidak terlalu salah, mereka membedakan
kegiatan belajar kulikuler dan kegiatan belajar ekstrakulikuler dan
kokulikuler. Kegiatan kulikuler ialah kegiatan belajar untuk mempelajari
pelajaran wajib, sedangkan kegiatan kokulikuler dan ekstrakulikuler disebut
mereka sebagai kegiatan penyerta. Praktik kimia, fisika atau biologi, kunjungan
ke museum untuk pelajaran sejarah misalnya, dipandang mereka sebagai
kakulikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi). Apabila kegiatan itu
tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti pramuka dan olahraga, maka yang ini
disebut kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakulikuler).
Menurut pandangan
modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi.
Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang actual
dan nyata, yaitu yang actual terjadi disekolah dalam proses belajar. Dalam pendidikan,
kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, seperti
berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan serta beberapa kegiatan lainnya di
luar bidang studi yang dipelajari. Semuanya merupakan pengalaman belajar yang
bermanfaat. Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belar itulah
kurikulum.
Atas dasar ini, maka
inti kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalamn belajar yang
banyak berpengaruh dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata
pelajaran interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok,
interaksi dalam lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman
belajar.
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum menurut para
pakar, yaitu:
1. Saylor dan Alexander
merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school situations,
artinya bahwa kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Smith memandang
kurikulum sebagai seperangkat dan upaya pendidikan yang bertujuan agar peerta
didik memiliki kemampuan hidup bermasyrakat. Anak didik dibina agar memiliki
kemampuan menyesuaikan diri untuk menjadi bagian dari masyarakat.
3. Harold Rugg mengartikan
kurikulum sebagai program sekolah yang didalamnya terdapat semua peserta didik
dan pekerjaan guru-guru mereka.
4.
Menururt Hilda Taba,
kurikulum adalah suatu kegiatan dan pengalaman peerta didik di sekolah yang
sudah direncanakan.
Adapun pengertian
kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 19 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Dari pengertian
kurikulum tersebut dapat dipahami bahwa kurikulum bukan hanya bahan pelajaran
yang akan diajarkan kepada peserta didik, melainkan juga terdapat seperangkat
aturan lain dan kegiatan lain yang ikut membentuk dan membangun kedewasaan
peserta didik di sekolah. Adapun semua perangkat yang dimaksud bertujuan satu,
yaitu mencapai tujuan pendidikan. Dalam pendidikan Islam juga memiliki
kurikulum yang menjadi bahan untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Berdasarkan pengertian
yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan
pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang
diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental. Ini berarti bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang
dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi
manusia, transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang
harus terususun. Dari penjelasan tersebut maksud kurikulum
pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang
bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Adapun fungsi kurikulum
dalam pendidikan Islam adalah sebagai:
1. Alat untuk mencapai
tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan;
2. Pedoman dan program
yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan;
3.Fungsi kesinambungan
untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi
yang tidak melanjutkan;
4. Standardisasi dalam
penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai batasan
dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun
pada tingkat pendidikan tertentu.
B.
Ciri-Ciri Kurikulum
Pendidikan Islam
Kurikulum Pendidikan
Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu sendiri yakni Al-Qur`an dan
Al-Hadits, maka ciri utama yang bisa diketahui adalah mencantumkan Al-Qur`an
dan Al-Hadits sebagai sumber utama. ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam
menurut Al-Syaibani, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan
Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu
harus diambil dari Al-Qur`an dan Al-Hadit serat contoh-contoh dari tokoh
terdahulu yang saleh.
2. Kurikulum pendidikan
Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu
aspek jasmani, akal dan rohani. Untuk pengembangan menyeluruh ini
kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan
pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di perguruan tinggi diajarkan mata
pelajaran seperti ilmu-ilmu Al-Qur`an termasuk tafsir dan qiro`ah serta mata
pelajaran lainnya.
3. Kurikulum pendidikan
Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan
akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
4. Kurikulum pendidikan
Islam memperhatikan juga seni halus seperti ukir, pahat, tulis-indah, gambar
dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan jasmani, latihan
militer, teknik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun semuanya ini diberikan
kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat dan kebutuhan.
5. Kurikulum pendidikan
Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di tengah
manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum dirancang
sesuai dengan kebudayaan itu.
Adapun ciri-ciri khusus
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1. Dalam kurikulum
pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak didik untuk bertauhid.
Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari ajaran Islam;
2. Kurikulum harus
disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk yang memiliki keyakinan
kepada Tuhan;
3. Kurikulum yang
disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan Al-Qur`an dan
Al-Hadits;
4. Mengarahkan minat dan
bakat serta meningkatkan kemampuan akliah peserta didik serta keterampilan yang
akan diterapkan dalam kehidupan konkret;
5. Pembinaan akhlak
peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan Islam; dan
6. Tidak ada kadaluarsa
kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa relevan dengan
perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penerapannya didalam kehidupan masyarakat.
Beberapa ciri-ciri
kurikulum pendidikan Islam yang telah disebutkan diatas, dapat dipahami bahwa
kurikulum pendidikan Islam menekankan aspek spiritual tinggi dan akhlak yang
mulia.
C.
Prinsip-Prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip
kurikulum pendidikan Islam menurut Mujib, yaitu:
1. Prinsip yang
berorientasi pada tujuan. “Al-umur bi maqashidiha” merupakan adagium ushuliyah
yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga tujuan
pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai. Disamping itu, perlu adanya
persiapan khusus bagi para penyelenggara pendidikan untuk menetapkan
tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik seiring dengan tugas
manusia sebagai hamba dan khalifah Allah swt.
2. Prinsip relevansi.
Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan harus dibentuk
sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum tersebut dapat
memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan
vertical dalam mengeban nilai-nilai ilahi sebagai rahmatan li al-alamin.
3. Prinsip efisiensi dan
efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan
tetap sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan sera membuahkan hasil
sebanyaknya. Islam mengajarkan agar seorang muslim menghargai waktu
sebaik-baiknya (QS. Al-‘Ashr: 1, Adh-Dhuha: 1, Al-lail: 1, Asy-Syams: 1-9),
sehingga tidak ada hari libur untuk beraktivitas (QS. Al-Jumu’ah: 9-10), serta
menghargai tenaga dan aktivitas manusia. Baik tidaknya seseorang ditentukan
oleh nilai kerjanya (QS. An-Najm: 39-40). Di samping itu, Islam juga
mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan hartanya sesederhana mungkin,
tidak bolos, dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang kurang bermanfaat (mubadzir).
(QS. Al-Isra’: 26-27).
4. Prinsip fleksibilitas
program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu luwes, sehingga mampu
disesuaikan dengan situasi setempat, waktu dan kondisi yang berkembang, tanpa
mengembang tujuan pendidikan yang diinginkan. Prinsip ini tidak hanya dilihat
dari salah satu faktor, tetapi juga dilihat dari totalitas ekosistem kurikulum,
baik yang berkenaan dengan perkembangan peserta didik (kecerdasan, kemampuan,
dan pengetahuan yang diperolah), metode yang digunakan, fasilitas yang
tersedia, serta lingkungan yang mempengaruhinya.
5.
Prinsip integritas.
Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia yang
seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas dzikir
dan fakultas fikir, serta manusia yang mampu menyelaraskan kehidupan
dunia dan akhirat. Di samping itu, pengupayaan kurikulum tersebut menghasilkan
peserta didik yang mampu menguasai ilmu-ilmu qur’ani (din Allah)
dan ilu-ilmu kawni (sunnah Allah) yang bertujuan untuk mencari
ridha Allah swt. Prinsip ini dilakukan dengan cara memadukan semua komponen
kurikulum tanpa adanya penggalan satu dengan lainnya.
6. Prinsip kontinuitas (istiqamah).
Implikasinya adalah bagaimana susuna kurikulum yang terdiri dari bagian yang
berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya, baik secara
vertical (penjenjangan, tahapan), maupun secara horizontal.
7. Prinsip sinkronisme.
Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah dan
setujuan, serta jangansampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang menghambat,
berlawanan, atau mematikan kegiatan lain.
8. Prinsip objektivitas.
Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan
kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosi
yang irasional. (QS. Al-Ma’idah: 8).
9. Prinsip demokrasi.
Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara demokrasi.
Artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subjek dan
objek kurikulum. Segala tindakan sebaiknya dilakukan melalui musyawarah untuk
mufakat, sehingga kegiatan itu didukung bersama dan apabila terjadi kegagalan
maka tidak meyalahkan satu dengan yang lain.
10. Prinsip analisis
kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum dikonstruksikan
melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta analisis tingkah laku
yang sesuai dengan materi pelajaran.
11. Prinsip
individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi peserta didik,
seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta kelebihan dan
kekurangannya.
12. Prinsip pendidikan
seumur hidup. Konsep ini diterapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi
subjek manusia sebagai subjek yang berkembang dan perlunya keutuhan wawasan
(orientasi) manusia sebagai sukbjek yang sadar akan nilai (yang menghayati dan
yakin akan cita-cita dan tujuan hidup). (Tim Depag RI, 1979; 18). Semua hal
tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya belajar yang berkesinambungan.
Sedngkan menurut
Asy-Syaibani (1979: 519-522), prinsip utama dalam kurikulum pendidikan Islam
adalah:
1. Berorientasi pada
Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Adapun kegiatan kurikulum yang baik
berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur, cara melakukan, dan
hubungan-hubungan yang berlaku dilembaga harus berdasarkan Islam.
2. Prinsip menyeluruh (syumuliyyah)
baik dalam tujuan maupun isi kandungannya.
3. Pinsip keseimbangan (tawazun)
antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4. NPrinsip interaksi (ittishaliyyah)
antara kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
5. Prinsip pemeliharaan (wiqayah)
antara perbedaan-perbedaan individu.
6. Prinsip perkembangan (tanmiyyah)
dan perubahan (taghayyur) seiring dengan tuntutan yang ada dengan tidak
mengabaikan nilai-nilai absolut ilahiyyah.
7.
Prinsip integritas (muwahhadah)
antara mata pelajaran, pengalaan, dan aktivitas kurikulum dengan kebutuhan
peserta didik, masyarakat dan tuntutan zaman serta tempat peserta didik berada.
D.
Isi Kurikulum
Pendidikan Islam
Sebelum mengetahui apa
saja isi kurikulum pendidikan Islam, terlebih dahulu harus diketahui mengenai
syarat-syarat yang diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagai berikut.
1.
Materi yang tersusun
tidak menyalahi fitrah manusia.
2. Adanya relevansi dengan
tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya mendekatan diri dan beribadah
kepada Allah swt dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3. Disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4. Perlunya membawa perta
didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi pragmatis,
sehingga mereka mempunyai keterampilan-keterampilan yang nyata.
5. Penyusunan kurikulum
bersifat integral, terorganisasi dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi
satu serta materi lainnya.
6. Materi yang disusun
memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang sedang
dibicarakan dan relevan dengan tujuan Negara setempat.
7. Adanya metode yang
mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan
masing-masing individu.
8. Materi yang disusun
mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9. Memperhatikan
aspek-aspek sosial, misalnya Da`wah Islamiyah.
10. Materi yang disusun
mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga menjadikan
kesempurnaan jiwanya.
11. Memperhatikan kepuasan
pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat dan refreshing
untuk menikmati suatu kesenian.
12. Adanya ilmu alat untuk
mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah syarat-syarat
tersebut dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan Islam. Ibnu Khaldun,
sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi (1969: 285-287), membagi isi kurikulum
pendidikan Islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1.
Tingkat Pemula (manhaj
ibtida’i)
Materi kurikulum pemula
difokuskan pada pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibnu Khaldun memandang
bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas
pelaksanaan pendidikan Islam. Disamping itu, mengingat isi Al-Qur’an mencakup
materi penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat
akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
2. Tingkat atas (manhaj
‘ali)
Kurikulum ini mempunyai
dua kualifikasi; pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya
sendiri, seperti ilmu syariah yang mencakup fiqih, tafsir, hadis, ilmu kalam,
ilmu bumi, dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditunjukan untuk
ilmu-ilmu lain, dan bukan ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya
ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, dan ilmu mantiq (logika).
Ibnu Khaldun kemudian
membagi ilmu dengan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu-ilmu naqliyah,
yaitu ilmu yang diambil dari Al-qur’an dan ilmu-ilmu agama lain. Seperti ilmu
fiqih untuk mengetahui kewajiban-kewajiban beribadah; ilmu tafsir untuk
mengetahui maksud-maksud Al-Qur’an; ilmu usul fiqhi untuk meng-istibath-kan
hukum berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta ilmu-ilmu lainnya.;
2. Ilmu-ilmu aqliyah,
yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia, seperti ilmu filsafat,
ilmu-ilmu mantiq (logika), ilu bumi, ilmu kalam, ilmu teknik, ilmu
matematika, ilmu kimia, dan ilmu fisika; dan
3. Ilmu-ilmu lisan
(linguistik), seperti ilmu nahwu, ilmu bayan, ilmu adab (sastra).
Al-Ghazali membagi isi
kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan mempertimbangkan jenis,
dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1.
Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan
ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah, tafsir dan sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa
sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu
kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian,
teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa
cabang ilmu filsafat.
Klasifikasi isi
kurikulum tersebut berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan dengan tiga
kelompok, yaitu sebagai berikut.
1.
Ilmu pengetahuan
menurut kuantitas yang mempelajari, terbagi:
a.
Ilmu fardhu’ain, yaitu
ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari Kitab Allah.
b.
Ilmu fardhu kifayah,
yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagai orang muslim, seperti ilmu
yang berkaitan dengan masalah duniawi, misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik
pertanian, industry, dan sebagainya.
2.
Ilmu pengetahuan
menurut fungsinya, terbagi:
a.
Ilmu tercela (madzmumah),
yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia dan masalah akherat serta
mendatangkan kerusakan, misalnya ilmu sihir, nujum, dan perdukunan.
b.
Ilmu terpuji (mahmudah),
yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal yang
buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah swt.
c.
Ilmu terpuji dalam
batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari secara mendalam, karena akan
mendatangkan atheis (ilhad) seperti ilmu filsafat.
Selanjutnya, Al-Ghazali
membagi ilmu model ini kepada ilmu macam, yaitu:
1)
Olahraga (riyadhiyah),
seperti ilmu teknik, matematika, dan organisasi;
2)
Ilmu logika (manthiq)
yang digunakan untuk mendatangkan pemahaman dan bukti dari dalil syar’i;
3)
Ilmu teologi (uluhiyah),
yaitu ilmu yang digunakan untuk memperbincangkan Tuhan, seperti ilmu kalam;
4)
Ilmu kalam (thab’iyyah),
yaitu ilmu yang digunakan mengetahui sifat-sifat jasmani, seperti psikologi dan
sebagainya;
5)
Ilmu politik dan
rekayasa untuk kepentingan kemaslahatan dunia.
3.
Ilmu pengetahuan
menurut sumbernya, terbagi:
a.
Ilmu syar’iyyah, yaitu
ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu ilahi dan sabda Nabi saw.
b.
Ilmu ‘aqliyah, yaitu
ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan eksperimen dan
akulturasi.
Konferensi di Islam
adab 11 menghasilkan keputusan bahwa isi kurikulum terbagi atas dua macam,
yaitu perennial (naqliyah) dan acquired (aqliyah). Perennial
diterima melalui wahyu yang terdapat pada Al-qur’an dan As-Sunnah,
sedangkan acquired diperoleh melalui imajinasi dan pengalaman indra.
Adapun rinciannya sebagai berikut.
1.
Grup perennial, yaitu
ilmu Al-qur’an, meliputi qira’ati, hifzh, tafsir, sunnah, sirah, tauhid, fiqh,
ushu fiqih, bahasa Al-Qur’an (baik fonologi, sintaksis, maupun semantik).
2.
Grup acquired,
yaitu:
a.
Seni (imajinatif),
meliputi seni islam arrsitektur, bahasa, dan sebagainya;
b.
Seni intelek, meliputi
pengetahuan sosial, kesusastraan, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik,
sejarah, peradaban islam, ilmu bumi, sosiologi, linguistic, psikologi,
antropologi, dan sebagainya;
c.
Ilmu murni, meliputi engineering
dan teknologi, ilmu kedokteran, pertanian, kehutanan, dan sebagainya;
d.
Ilmu praktik (practical
science), meliputi ilmu perdagangan, ilmu administrasi, ilmu perpustakaan,
ilmu kerumahtanggaan, ilmu komunikasi, dan sebagainya.
E.
Langkah-Langkah
Mendesain Kurikulum Pendidikan Islam
Dalam kurikulum terdapat
komponen-komponen yang tidak boleh diabaikan keberadaannya, komponen-komponen
yang dimaksud adalah:
1.
Tujuan;
2.
Isi atau program;
3.
Metode atau proses
pembelajaran; dan
Adapun dalam mendesain
kurikulum pendidikan Islam berdasarkan komponen-komponen kurikulum diatas,
yaitu harus dimulai dari penyusunan atau perumusan tujuan menurut Islam. Dan
tujuan pendidikan Islam tidak lain sebagai berikut:
1.
Jasmaninya sehat dan
kuat;
2.
Akalnya cerdas dan
pandai;
3.
Hatinya dipenuhi iman
kepada Allah.
Untuk mewujudkan muslim
seperti itu, pendesainan kurikulum dapat dilakukan dengan kerangka sebagai
berikut:
1.
Untuk jasmani yang
sehat dan kuat disediakan mata pelajaran dan kegiatan olahraga dan kesehatan.
2.
Untuk otak yang cerdas
dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang dapat mencerdaskan otak
dan menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sains.
3.
Untuk hati yang penuh
iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Sementara itu, mata
pelajaran dapat didesain sesuai dengan:
1.
Perkembangan kemampuan
siswa yang bersangkutan;
2.
Kebutuhan individu dan
masyarakatnya menurut tempat dan waktu.
Dan pendesainan
kurikulum itu dengan memberikan pertimbangan, sebagai berikut:
1.
Prinsip
berkesinambungan;
2.
Prinsip berurutan; dan
3.
Prinsip integrasi
pengalaman.
Karena tujuan
pendidikan disegala tingkatan dan jenis pendidikan berintikan iman, maka
seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolak dari dan menuju
kepada keimanan kepada Allah. Dengan cara begitu maka kesatuan pengalaman siswa
akan terbentuk dan kesatuan pengalaman itu dikendalikan oleh otoritas Allah.
Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinya sebagai
kholifah Allah yang memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.
Jadi, inti (core)
kurikulum pendidikan Islam adalah kehendak Allah. Dengan ini maka kesatuan
pengetahuan dan pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturan kehidupan akan
sesuai dengan kehendak Allah.
Kerangka kurikulum
Islam sebagaimana dilukikan diatas adalah kurikulum yang umum, dapat dan
dijadikan acuan oleh orang islam dalam mendesain kurikulumpendidikan disekolah,
dimasyarakat, dan didalam rumah tangga. Kerangka kurikulum tersebut ialah
sebagai berikut:
1.
Tujuan;
2.
Isi kurikulum (materi)
3.
Metode
4.
Evaluasi
Jika kita diterapkan
teori itu dalam mendesain kurikulum, maka langkah-langkahnya kira-kira sebagai
berikut:
1.
Kita hendak
melaksanakan suatu pendidikan, sekolah, anak dirumah, atau kursus computer.
Langkah pertama: rumuskanlah tujuannya sejelas mungkin. Tujuan yang biasanya
masih umum itu perlu dijabarkan (di taksonomi) atau di-break-down menjadi
tujuan yang kecil-kecil. Akhirnya kita memperoleh rumusan tujuan yang banyak,
mungkin ratusan item.
2.
Bila tujuan sudah dirumuskan
sampai kepada rumusan operasional (yang kecil-kecil itu), maka langkah kedua
ialah menentukan isi kurikulum isinya ialah materi pengetahuan atau mata
pelajaran dan berbagai kegiatan (kokurikuler dan ekstra kulikuler). Dari sini
kita dapat mebuat daftar mata pelajaran dan kegiatan serta syllabus-nya
masing-masing.
3.
Langkah selanjutnya
ialah menentukan cara mencapai tujuan itu. Disini banyak sekali teori yang
harus dipertimbangkan, sebab metode belajar-mengajar itu merupakan racikan
teori-teori dari disiplin psikologi, metodologi, pengajaran, teknik
evaluasi, didaktik pada umumnya, pengetahuan tentang alat-alat pengajaran,
pertimbangan, tentang waktu, tempat, suasana dan lain-lain. Dalam bentuknya
yang operasional, proses belajar-mengajar itu ditulis dalam persiapan mengajar
atau lesson plan. Agar dapat membuat lesson plan. Agar dapat
membuat lesson plan dengan benar, hendaklah dikuasai lebih dahulu
teori-teorinya dalam disiplin metodik khusus.
4.
Langkah terakhir ialah
menentukkan teknik dan alat evaluasi. Langkah ini tidak bersangkutan langsung
dengan isi dan proses belajar mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar